--> Provinsi Flores Mesti Defenitif | Si Anak Aren

Provinsi Flores Mesti Defenitif

Pembentukan provinsi Flores didesak agar segera dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir pembengkakan anggaran karena penyebaran wilayah yang besar.

Pulau Flores.

Sejak tahun 1956, isu pembentukan provinsi Flores masih berada pada level wacana.  Dalam narasi sejarah yang sangat panjang itu, isu ini mengenai seperti tidak mengalami kemajuan berarti.

Namun beberapa tahun terakhir, wacana itu telah sedikit berkembang yaitu dengan perubahan nama dari provinsi Flores menjadi provinsi Kepulauan Flores. Satu harapan masyarakat adalah isu tersebut tidak terbawa angin, sehingga yang tersisa hanya sekedar “kabar burung”.

Di lain pihak, pembentukan Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Kepulauan Flores (P4KF) merupakan satu langkah maju dari pemerintah daerah di Flores-Lembata.

Sejauh ini tim ini telah bekerja maksimal dengan mengadakan dua kongres besar, yang pertama di Bajawa, Ngada, dan yang kedua dilaksanakan di Mbay, Nagekeo. Meski belum ada kelanjutan dari hasil pertemuan kedua kongres hingga saat ini.

Namun, dari dua pertemuan akbar para pemimpin se-Flores dan Lembata itu telah menghasilkan kebulatan tekad para pemimpin dan masyarakat untuk membentuk satu provinsi baru. Yang belum selesai adalah perihal penentuan ibukota provinsi.

Untuk sementara, setidaknya ada tiga calon ibukota provinsi Kepulaun Flores, yakni: Ende, Maumere dan Mbay. Ketiga kota ini sama-sama punya letak dan potensi yang strategis untuk dijadikan ibukota. Soalnya adalah pemilihan ibukota lebih merupakan muatan politik.

Artinya, siapa yang paling kuat secara politik, dialah yang akan memenangkan pertarungan wacana ibukota tersebut.

Menurut pemberitaan media, dalam kongres III yang akan dilaksanakan di Ende, panitia akan menentukan di mana persis ibukota provinsi seturut hasil penelitian tim independen dari Universitas Gajah Mada (UGM) dan beberapa universitas terpercaya.

Hal ini dimaksudkan agar penentuan ibukota provinsi itu bebas kepentingan dan tidak dipengaruhi oleh kelompok dominan tertentu. Perihal ini masyarakat tidak boleh terprovokasi oleh kepentingan golongan terkait penentuan letak ibukota provinsi. Kita harus melepaskan egoisme agar wacana itu menjadi kenyataan.

Pertalian antara besarnya harapan masyarakat dan progresivitas langkah pemerintah menanggapi isu ini akan membawa angin segar bahwa wacana provinsi Kepulauan Flores dalam waktu yang tidak lama lagi akan berubah status menjadi satu daerah defenitif, yang terpisah dari induk semangnya.

Kemandirian provinsi Kepulauan Flores sebagai satu wilayah otonomi baru terletak pada kesatuan dan konsistensi tekad dan komitmen bersama untuk memajukan pembangunan dan potensi besar wilayah Kepulauan Flores agar bisa bersaing dan berunjuk gigi pada level yang lebih tinggi.

Keterlepasan Kepulauan Flores dari provinsi induk, NTT, tidak boleh dilihat sebagai perpisahan dalam arti tegas. Kita sebagai orang NTT sejak dahulu sekali telah memiliki ikatan kekeluargaan yang amat kuat. Bahwa ikatan itu tidak dilatari oleh ideologi atau agama tertentu; bukan juga sekedar iakatan kultur, tetapi lebih dari itu karena aspek kolateral.

Sehingga walalupun Kepulauan Flores ingin terpisah dari NTT, namun hal ini tidak menjadi penghalang dan putusnya ikatan kekeluargaan-emosional, terlebih lagi dalam hal kerjasama di bidang ekonomi-politik, sosial, budaya dan keamanan antara dua wilayah regional ini.

Tidak bermaksud terlepas dari kenyataan menguatnya isu pembentukan provinsi Kepulauan Flores yang kini sedang dalam proses perampungan, ada beberapa isu penolakan yang juga sudah lama terbangun. Isu penolakan itu bermula dari pemahaman bahwa pembentukan satu provinsi baru tidak menjawabi apapun yang diharapkan oleh masyarakat. Sederhananya, pemisahan Kepulauan Flores dari NTT hanya akan menuai masalah baru.

Beberapa masalah itu antara lain: 1) pembengkakan anggaran, 2) korupsi semakin merajalela dengan bertambahnya “perut” birokrasi, 3) peluang para elite politik untuk bagi-bagi jabatan, dan 4) terbentuknya satu Korem baru karena sebuah daerah provinsi wajib memiliki satu Korem.

Terkait persoalan terakhir ini agaknya cukup dilematis karena ini menyangkut keamanan. Hal ini berangkat dari anggapan bahwa Flores tidak mempunyai lokasi yang luas untuk penempatan satu Korem baru. Namun kalau kita melihat fakta bahwa ada negara sekecil Singapura pun bisa mengkonsolidasi aspek keamanan dengan baik.

Hemat saya, cukup logis dan masuk akal jika isu penolakan itu bermula dari anggapan seperti keempat hal di atas. Namun jika kita melihat lebih dalam realitas masyarakat Kepulauan Flores pada umumnya, maka beberapa masalah yang diangkat ini bisa kita singkirkan sementara. Dari segi pembangunan, Flores masih sangat terbelakang. Di daerah seperti Kaburea-Wolowae dan Oja-Nangapanda hingga kini terlihat masih “perawan” dari sentuhan pemerintah.  Namun di sini saya cukup menyinggung dua persoalan utama.

Pertama, terkait isu pembengkakan anggaran. Sejak digaungkannya UU Otonomi Daerah (Otda) maka segala urusan kepemerintahan daerah diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah (Pemda). Atau dalam istilah lain disebut sebagai desentralisasi kekuasaan. Ini merupakan sinyal baik bahwa pemerintahan pusat menaruh kepercayaan penuh pada Pemda.

Namun jika meneropong realitas terkini, tidak jarang dampak dari desentralisasi itu menciptakan “raja-raja” kecil di daerah. Tidak sedikit para Bupati yang terdepak di balik jeruji besi karena menyalahgunakan keuangan negara (korupsi). Kepercayaan pemerintah pusat direduksi atau dipelintir menjadi “peluang” untuk menambah kantong pribadi, penggelembungan anggaran, dan ada juga yang bagi-bagi sisa APBD.

Mereka berpikir, daripada harus dikembalikan ke pusat, lebih baik dana sisa dibagi-bagikan kepada kelompok atau golongan tertentu, atau mencanangkan pembangunan laten/alternatif (misalnya: jalan raya) yang setahun pakai langsung anjlok-rusak.

Kurangnya kontrol langsung dari pemerintah pusat, atau dalam hal ini Gubernur sebagai “mandor”, menyebabkan banyak penyimpangan di daerah-daerah (kabupaten). Oleh karena itu, hemat saya, Gubernur sebagai administrator pemerintah pusat mesti lebih dekat dengan para pemerintah kabupaten.

Dalam konteks NTT, dengan begitu luasnya wilayah administrasi dan penduduk yang tersebar di pulau-pulau besar dan kecil, maka isu pembentukan provinsi Kepulauan Flores merupakan satu kemendesakan. Dikatakan mendesak karena isu ini sudah bergaung sejak 57 tahun yang lalu, bukan baru dimulai setahun lalu. Daripada untuk “turun ke bawah” (turba) ke Flores memakan waktu lama dan cukup jauh, lebih baik di Flores dibentuk satu provinsi baru, sejauh hal itu disetujui bersama.

Masih berkaitan dengan anggaran, porsi APBD kabupaten-kabupaten di NTT (Flores khususnya) sangat kecil, kurang dan lebih 1 miliar. Dari APBD yang kecil itu hanya bisa untuk membiayai para PNS (60-70%) sedangkan sisanya (30-40%) ditengarai untuk sektor pembangunan daerah.

Realitas ini menafikan satu pertanyaan: apakah APBD yang minim itu bisa memajukan pembangunan daerah? Pada prinsipnya, dengan adanya satu provinsi, yang mempunyai porsi anggaran cukup besar dari pusat, maka pemerintah provinsi mempunyai prospek untuk bisa memajukan daerah kabupaten. Sehingga pemerintah kabupaten tidak hanya bergantung pada pemerintah pusat, tetapi juga pada pemerintah provinsi.

Di lain pihak, adanya pemerintah provinsi yang dekat dengan kabupaten sangat membantu pemerintah pusat untuk mengontrol, memantau dan mengakomodasi semua pemanfaatan anggaran dan pelaksanaan pembangunan di daerah.

Kedua, soal pembengkakan birokrasi dan korupsi. Tidak ada negara atau pemerintahan tanpa aparat birokrasi. Memang dalam mindset banyak orang adanya aparat birokrasi hanya akan menuai banyak masalah baru, khususnya peluang adanya korupsi. Namun tetap saja birokrasi mutlak perlu. Tanpa birokrasi, negara atau pemerintahan tidak bisa berjalan: seperti perahu tanpa dayung.

Di atas semua ini, yang paling penting adalah bagaimana mereformasi dan merevitalisasi birokrasi, atau dalam bahasa Presiden Jokowi: Revolusi Mental. Maka yang dibutuhkan adalah pembinaan mental birokrat, pengetatan dan efektivitas jam kerja para pegawai serta profesionalisme birokrat, dalam arti pengangkatan pegawai pemerintahan tidak dilatari oleh kepentingan, kedekatan emosional, atau sekedar mengisi jabatan yang kosong. Namun ia harus profesional dan kompeten di bidangnya.

Ihwal korupsi, ia adalah penyakit sosial yang sulit diberantas. Korupsi seolah telah menjadi “budaya” kehidupan manusia di manapun. Provinsi NTT, menurut hasil survei beberapa LSM terpercaya, ditengarai masuk dalam tiga besar provinsi terkorup di Indonesia. Ini berarti, NTT merupakan “sarang” dan “lahan” empuk bagi pertumbuhan korupsi. Lantas kita bertanya: apakah ini merupakan dampak langsung dari membeludaknya aparat birokrasi, ataukah memang karena mental birokrat itu sendiri?

Pertanyaan ini secara terang mengamini bahwa isu penolakan provinsi Kepulauan Flores berlatar pembengkakan birokrasi dengan sendirinya runtuh. Nyatanya, banyaknya birokrat tidak memengaruhi peningkatan dan tingginya mental korup. Dan jika kita memasang label isu korupsi di depan bingkai perjuangan masyarakat Kepulauan Flores itu berarti kita melemahkan titik nadir animo masyarakat dan pemerintah yang sejauh ini sudah berjuang mendekati titik final.

Pembentukan provinsi Kepulauan Flores yang kini semakin dekat di hati masyarakat tidak boleh diganyang oleh prasangka yang destruktif.

Titik kulminasi dari semua harapan masyarakat akan defenitifnya provinsi Kepulauan Flores adalah penciptaan satu kultur politik yang bersih, jujur, terbuka, aspiratif, adil dan beradab. Sebab konsistensi dan komitmen pemerintah daerah untuk memikul semua mimpi masyarakat sejak 57 tahun lalu itu mutlak penting dan darurat.

Jika tidak, konsekuensinya adalah provinsi Kepulauan Flores hanya menjadi tertawaan miris pada lawan politik dan pengritik yang selama ini mewacanakan penolakan, atau ia bergabung kembali dengan induknya.

Pembentukan provinsi baru yang bertujuan untuk mendekatkan pelayanan dan percepatan pembangunan, karena begitu banyak daerah di Flores yang belum disentuh pembangunan sama sekali, tidak boleh direduksi hanya untuk kepentingan politik semata. Tetapi junjunglah kepentingan masyarakat banyak di atas pundak rel pemerintahan.*

COMMENTS

Entri yang Diunggulkan

Rocky Gerung Batal ke IFTK Ledalero Maumere

SIANAKAREN.COM -- Analis filsafat politik nasional Rocky Gerung menyatakan batal untuk menghadiri diskusi publik yang digelar di Institut Fi...

Nama

Aktor Politik,1,Hukrim,5,Humaniora,54,Insight,14,Nasional,36,Pariwisata,6,Universalia,3,
ltr
item
Si Anak Aren: Provinsi Flores Mesti Defenitif
Provinsi Flores Mesti Defenitif
Pembentukan provinsi Flores didesak agar segera dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir pembengkakan anggaran karena penyebaran wilayah yang besar.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLjCR5821NcL-jk0o4jbFLTF9JDAfDgDCqGUqACjS8qLu4_UlgF6dAM8bb_qPa15-JwE8w8wuikoBW0GUWUVBw24L2Mxl3j8qTgMClxyxDtQBg3XNudzbs74nIanevXdHD3PryOBPJVXg/s640/Flores.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLjCR5821NcL-jk0o4jbFLTF9JDAfDgDCqGUqACjS8qLu4_UlgF6dAM8bb_qPa15-JwE8w8wuikoBW0GUWUVBw24L2Mxl3j8qTgMClxyxDtQBg3XNudzbs74nIanevXdHD3PryOBPJVXg/s72-c/Flores.jpg
Si Anak Aren
https://www.sianakaren.com/2019/08/provinsi-flores-mesti-defenitif.html
https://www.sianakaren.com/
https://www.sianakaren.com/
https://www.sianakaren.com/2019/08/provinsi-flores-mesti-defenitif.html
true
135189290626829409
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy